
Membangun paradigma baru bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).
Kalau boleh bertanya, apa yang ada di benak kalian tentang HIV/AIDS? Bagaimana dengan penderitanya? (ODHA-red).
Mungkin, sebagian besar kalangan baik kalangan atas, menengah, dan menengah ke bawah, baik itu yang berlevel intelektual maupun yang awam akan mengatakan bahwa HIV adalah salah satu virus mematikan yang pernah ada. Apakah ada yang salah dengan pernyataan ini? Saya rasa tidak. Hal ini wajar dan realistis. Saya pun juga berpikir seperti itu.
Human Immunodeficiency Virus. Begitulah singkatan dari virus mematikan ini. virus yang dapat menurunkan kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. Itulah sebabnya saya mengatakan hal ini sangat wajar dan juga realistis. berdasarkan data yang ada, AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerjasama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia mereka. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.* Itulah sebabnya, HIV merupakan salah satu dari virus mematikan yang pernah ada.
Membicarakan tentang HIV/AIDS sama halnya dengan membicarakan tentang fenomena gunung es. Data yang kita lihat hanyalah sebagian kecil dari jumlah seluruh penderita HIV yang ada. Seperti gunung es, kita hanya bisa melihat apa yang ada di permukaan. Sementara yang lainnya tertutup oleh lapisan es yang tebal. Pertanyaanya, bagaimana cara memecahkan gunung es tersebut agar kita tahu berapa jumlah penderita HIV/AIDS yang ada sebenarnya? Mengingat hal ini perlu dilakukan agar penanganan dan pencegahan penularan virus HIV ini dapat menurun secara signifikan.
Salah satu langkah awal untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah dengan cara membangun sebuah paradigma baru. Pemikiran baru tentang ODHA (orang dengan HIV/AIDS, sebutan untuk orang yang mengidap HIV/AIDS-red). Mengapa? Karena masih banyak orang yang salah dalam menyikapi hal yang satu ini. Banyak orang yang menganggap bahwa tinggal bersama satu rumah dengan penderita HIV akan menyebabkan dirinya dan keluarganya dapat tertular HIV. Kecemasan ini bisa saya katakan wajar. Apalagi untuk orang yang awam tentang pemahaman akan penularan HIV. Tapi, kecemasan yang berlebihan tidak akan menyelesaikan masalah yang ada. Malah, hal ini akan menambah sulit bagi kita untuk memecahkan gunung es tersebut. Para ODHA akan merasa terkucilkan. Padahal yang mereka butuhkan adalah dukungan moril dan semangat untuk sembuh.
Umumnya, masyarakat kita menganggap bahwa HIV adalah salah satu penyakit yang menjijikan dan merupakan laknat dari tuhan. Terutama bagi mereka yang suka drugs dan seks bebas karena HIV selalu identik dengan dua kata itu. Tapi bagaimana mereka yang tertular akibat transfusi darah? Dan bagaimana juga dengan seorang bayi yang tertular karena ibunya? Apakah masih wajar mereka masih tetap juga mendapatkan perlakuan seperti itu? Di prasangkaburukkan oleh hal-hal yang umunya bersifat personal dan hanya menduga yang tak jelas arahnya. Inilah hal yang harus kita ubah bersama. Dengan lebih mempedulikan para ODHA, mudah-mudahan orang yang merasa terkena virus ini tidak akan segan ataupun ragu untuk mencek apakah dirinya terinfeksi atau tidak. Sehingga perlahan-lahan gunung es itu pun akan mencair perlahan dan akhirnya hilang.
Terlepas dari itu semua, hal ini tidak akan dapat berjalan tanpa adanya sosialisasi yang terus menerus dan melakukan suatu langkah nyata untuk menanggulangi masalah ini.
Selamat hari AIDS sedunia.
1 desember 2008.